SI KEONG EMAS
Cerita Dari Jawa Timur
Cerita ini termasuk kategori DONGENG
Kisah ini bermula dari kerajaan Panjalu yang beribukota Daha atau Kediri. Raja Kediri mempunyai dua orang puteri. Yang pertama adalah Dewei Chandrakirana, yang kedua adalah Dewi Ajeng. Namun sayang sejak kecil ibu Chandrakirana ini meninggal dunia karena sakit. Raja kemudian kawin lagi. Dengan permaisuri barunya itu ia mempunyai puteri bernama Dewi Ajeng.
Chandrakirana adalah gadis yang cantik. Baik budi pekertinya. Perasaannya halus, dan hatinya lembut. Ia disukai semua orang.
Sementara itu Dewi Ajeng putri permaisuri yang baru. Wajahnya juga cantik tapi masih lebih cantik dan lembut wajah Chandrakirana. Ada bayangan watak kejam dan kaku pada diri Dewi Ajeng.
Raja Panjalu sudah merencanakan akan menjodohkan Chandrakirana dengan Raden Inu Kertapati dari kerajaan Jenggala.
Sebulan yang lalu Raden Inu Kertapati telah berkunjung ke Daha. Ia sudah melihat dan berkenalan dengan Chandrakirana. Keduanya merasa cocok, yang satu tampan dan satunya lagi berwajah cantik jelita.
Raja Daha sudah merencanakan bahwa empat puluh hari sejk perkenalan itu akan dilakukan pertunangan resmi. Raden Inu Kertapati bersama keluarga istana Jenggala akan datang melamar Chandrakirana. Waktu pertunangan itu hanya tinggal beberapa hari saja. Chandrakirana sudah mempersiapkan diri dengan sebaik – baiknya.
“Tidak bisa! Aku tidak akan membiarkan Chandrakirana berdampingan dengan Raden Inu Kertapati.” Gumam Dewi Ajeng yang iri dan pencemburu.
Malam harinya Dewi Ajeng berunding dengan ibunya. Sang ibu menyarankan agar pergi ke nenek Gagak Ireng. Dukun wanita yang terkenal ampuh ilmu sihirnya. Demi cita – citanya ingin bersanding dengan Raden Inu Kertapati ia rela pergi ke tempat nenek Gagak Ireng.
Setelah mendapat bekal dari si dukun, Dewi Ajeng segera kembali ke istana. Tengah malam barulah ia sampai di istanadengan tubuh lesu karena perjalanan jauh.
“Kita harus dapat mengusir Chandrakirana dari istana ini. Bagaimana caranya bu?”
Permaisuri diam sejenak, kemudian tersenyum cerah. Ia ingin igat tugas Chandrakirana yang tiap hari menghidangkan secangkir teh kepada ayahandanya. Itulah yang akan dimanfaatkan permaisuri.
Esok hari rencana dijalankan. Sebelum Chandrakirana melakukan tugasnya. Diam – diam permaisuri masuk ke ruang dapur untuk menaruh racun di dalam gelas teh yang telah disiapkan pelayan istana untuk dibawa Chandrakirana menghadap ayahandanya.
Hati sang permaisuri berdegup kencang. Karena ketika hendak keluar dari pintu dapur ia berpapasan dengan Chandrakirana.
“Oh, Ibunda....mengapa harus repot – repot ke dapur ?” tegur Chandrakirana.
“Tidak...tidak ada apa- apa. Aku hanya datang untuk melihat- lihat pekerjaan para pelayan saja.”
“Terima kasih Ibunda telah ikut memperhatikan persiapan para pelayan menyambut kedatangan Raden Inu Kertapati.” Kata Chandrakirana dengan polos. Gadis ini menyangka sang permaisuri bersimpati kepadanya.
Seperti biasa, Chandrakirana mengantarkan secangkir teh untuk ayahandanya. Kegiatan itu dilakukan untuk mendekatkan hubungan antara ayah dan anak. Biasanya, sambil minum teh mereka berbincang – bincang seputar keluarga.
Sang prabu meminum separo isi cangkir teh. Terasa hangat di dalam tenggorokan dan perutnya.
“Hem, teh bikinanmu memang enak anakku, “ ujar sang Prabu.
“Terimakasih Rama Prabu.” Sahut Chandrakirana
Tapi sesaat kemudian sang Prabu memegangi perutnya yang terasa mual. Rasa mual itu semakin menghebat.
“Rama Prabu....!” teriak Chandrakirana. “Kenapa Rama Prabu...? Ada apa kiranya?”
Tapi sang Prabu bukannya menjawab, sepasang matanya nampak mendelik, nafasnya tersenggal – senggal. Kemudian malah muntah darah. Chandrakirana kiranya segera memeluk ayahnya yang hendak roboh.
Permaisuri menuding ke arah Chandrakirana. “Apa yang telah kau lakukan? Teganya kau hendak membunuh ayah sendiri. Kau pasti telah meracuninya.”
“Tidak!Tidak mungkin saya meracuni Rama Prabu yang sangat saya sayangi.”
Sang Prabu segera diangkat ke pembaringan. Tabib istana segera datang dan memeriksa. Wajah pakar kesehatan istana Kediri ini nampak tegang. Ia memeriksa tubuh sang Prabu dengan seksama. Beberapa saat kemudian sang Tabib bernafas lega. Walau sang Prabu belum sadarkan diri.
“Beliau terkena racun....”ujar sang Tabib. “Tapi racunnya tidak terlalu ganas. Walau demikian beliau harus istirahat total selama beberapa hari.”
Esok harinya raja siuman. Ia betul – betul tak menyangka puteri kandungnya sendiri bermaksud membuatnya celaka.
“Chandrakirana, apa sesungguhnya yang kau inginkan?”
“Ananda hanya menginginkan kesehatan dan kebahagiaan Rama Prabu.” Jawab.
‘Tapi buktinya kau telah mencoba membunuhku!”
“Bukan hamba pelakunya.”
“Hukum harus ditegakkan di kerajaan ini. Tak terkecuali terhadapa anakku sendiri. Bukti dan saksi telah memberatkan tuduhan perbuatan jahatmu. Kau seharusnya dijatuhi hukuman mati. Tapi aku cukup bijak, kau harus pergi dari istana ini.”
“Rama Prabu harus menyelidiki masalah ini lebih dalam lagi. Ananda tidak bersalah.”
“Kau harus pergi dari istana ini!”
Dengan berlinang air mata Chandrakirana terpaksa meninggalkan istana Kediri. Sekarang dia sendirian dan tidak memiliki siapa pun. Ia melangkah tanpa tujuan. Dengan derai air mata Ia terus berjalan hingga sampai di tepi pantai.
Tanpa setahu Chandrakirana sejak tadi dari kejauhan Dewi ajeng dan Nenek Gagak Ireng mengikutinya diam – diam.
“Nenek Gagak Ireng, itu dia Chandrakirana!” bisik Dewi Ajeng.
“Ya, aku sudah tahu. Kau tunggu disini! Biar aku sendiri yang maju menanganinya!” kata Nenek Gagak Ireng.
Nenek tua itu bergegas menghampiri Chandrakirana. Setelah cukup dekat Nenek itu membaca mantranya. Tongkat hitam di tangnnya diacungkan ke udara beberapa kali. Ia menarik napas panjang hingga perutnya membesar.
Dewi Ajeng yang berada di samping Nenek Gagak Ireng bergidik – merinding ketakutan. Saat itu Chandrakirana berada di dekat sebuah batu karang, Nenek Sihir menghembuskan udara dari perutnya dengan sekuat tenaga.
“Wusss!”
“Blesss!”
Angin kuat penuh hawa sihir menerjang ke arah Chandrakirana. Tubuh Chandrakirana terpelinting ke tepi laut. Begitu menyentuh air laut tubuh Chandrakirana tiba – tiba berubah menjadi keong berwarna emas.
Dewi Ajeng menangkap keong itu. Lalu dengan sekuat tenaga keong itu dilempar ke tengah laut.
“Terima kasih, Nenek!” kata Dewi Ajeng sembari mengeluarkan kantung uangnya. “Ini uang untuk Nenek karena telah berhasil membantu aku.”
Chandrakirana terombang – ambing di tengah laut terbawa ombak. Gadis yang malang itu tidak bisa melakukan apa pun, kecuali berdoa agar Dewata yang Maha Agung menolong dan membawanya kembali ke darat.
Chandrakirana adalah seorang gadis yang lembut dan baik hati. Doanya dikabulkan. Ombak perlahan – lahan membawanya ke dekat pantai yang tenang.
Kebetulan di tepian pantai itu ada seorang nenek tua yang mencari ikan. Nenek itu sudah bermaksud pulang. Namun ia masih menebar jala kecilnya. Kini ia dapat satu ekor ikan lagi yang agak besar. Ia merasa sangat bersyukur. Ia celupkan jaring itu ke dalam air. Kini ia mengayuh sampannya untuk pulang.
Chandrakirana yang kini menjadi keong terbawa ombak hingga ke tepian. Ia merambat di sebuah batu hitam. Kebetulan nenek tua itu menambatkan sampannya tak jauh dari keong itu berada.
“Hem, kelihatannya keong ini lucu dan manis. Baiklah, kubawa pulang saja ke rumah. Kau akan kupelihara.” Ujar si nenek tua.
Lantas, keong emas diambilnya dan diletakkannya bersama ikan – ikan hasil tangkapannya di dalam keranjang ikan.
Keong emas kini merasa lega karena tidak lagi terombang – ambing di laut. Ia ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada nenek itu, tapi sayang ia tak bisa berbicara.
Tidak lama kemudian, nenek tua itu membawanya ke sebuah gubug kecil. Ikan hasil tangkapan hari itu, dia letakkan di atas tempayan, termasuk keong emas.
Keong emas diletakkan didekat kendi air, di dalam rumahnya. Ia kemudian mencari kayu bakar untuk memasak. Tak lama kemudian ia kembali lagi untuk mengolah ikan hasil tangkapannya.
Malam hari nenk itu sudah kelelahan. Ia tidur dengan lelap. Pada malam hari itulah tanpa sepengetahuannya, keong emas berubah menjadi seorang gadis cantik yang tak lain adalah Chandrakirana.
Ternyata pengaruh sihir itu lenyap jika malam telah tiba. Esok harinya ketika bangun pagi sang nenek merasa terkejut. Sungguh, amat mengagetkan. Di atas meja makan, di dalam rumahnya telah terhidang berbagai makanan lezat.
Setelah sarapan pagi sang nenek pergi ke pantai mencari ikan. Siang itu nasib si nenek agak kurang baik. Ia sudah berusaha sekuat tenaganya menjaring ikan. Namun hingga menjelang sore yang didapat hanya seekor ikan.
Dengan langkah gontai ia pulang ke rumah. Kalau hanya seekor dia tidak dapat menukarnya dengan beras atau bahan makanan lainnya di pasar desa. Karena kelelahan dan kecewa ia pun segera beristirahat. Tak berapa lama kemudian ia tertidur lelap hingga pagi hari. Pagi itu ia dikejutkan lagi dengan adanya hidangan masakan lezat di atas meja.
Keong emas baru menyadari ternyata kutukan nenek sihir itu hilang malam hari. Karena itu, selama beberapa jam, dia bisa kembali ke wujud manusianya. Dia memanfaatkan keadaan itu untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada nenek nelayan dengan memasakkan makanan untuknya.
Kejadian di meja makan ternyata tidak terjadi sekali, tetapi berkali – kali. Hal itu membuat nenek nelayan penasaran. Saking penasarannya, suatu hari, sehabis mencari ikan nenek nelayan pura – pura tidur.
Malam pun tiba. Perlahan – lahan nenek memicingkan matanya. Ia mengintip apa yang terjadi di dalam rumahnya. Sungguh kaget dia dbuatnya. Dia melihat keong emas menjelma menjadi seorang putri yang cantik jelita. Bur – buru dia bangkit dari pembaringan.
“kamu siapa?” tanya nenk nelayan.
Chandrakirana kaget sekali tiba – tiba ditegur nenek nelayan, “Aku Chandrakirana putri Kerajaan Daha. Entah mengapa, aku tiba – tiba menjadi keong emas.”
“aku ingin berterima kasih karena nenek telah menyelamatkanku dari tepi laut,” ujar Chandrakirana.
“Oh, kau adalah jelmaan keong emas yang kutemukan di pantai?”
“Benar nenek, tolong biarkan aku tetap berada di rumah ini bersama nenek.”
“Tidak mengapa? Kau boleh tinggal di tempat ini. Aku akan menganggapmu sebagai anakku sendiri.”
“Terima kasih nenek yang baik”
Demikianlah, jika siang hari Chandrakirana berubah menjadi keong emas. Jika malam tiba ia kembali menjadi seorang gadis cantik.
“jangan kuatir anakku,” kata si nenek. “Aku yakin kau adalah orang yang baik. Mari kitabersama – sama tiada hentinya memohon kepada Tuhan agar kau dipulihkan seperti sedia kala.”
“Terima kasih nenek”
Sejak saat itu, Chandrakirana tinggal bersama nenek yang bernama Mbok Rondo Dadapan. Setiap malam tiba si nenek berdoa kepada Tuhan agar Chandrakirana dipulihkan seperti sedia kala.
Sementara itu, di tempat lain. Di sebuah desa yang jauh dari keramaian kota. Ada seorang pemuda berwajah tampan sedang berkelana.
“Oh Dinda Chandrakirana....di manakah engkau gerangan berada?” Pemuda itu tak lain adalah Raden Inu Kertapati. Ia telah mengembara ke berbagai desa untuk menemukan Chandrakirana yang telah hilang dari istana.
Suatu hari ia bertemu dengan seorang kakek tua di pinggir jalan.
“Anak muda saya sudah tiga hari belum makan,” rintih kakek tua itu.
Raden Panji mendekat lalu memapah kakek itu untuk berteduh di bawah pohon jambu. Dia memetik beberapa buah jambu yang masak untuk si kakek.
“Terima kasih nak kamu baik sekali!” kata si kakek.
“Sebenarnya kamu mau kemana?”
Raden Inu Kertapati menjawab “saya mencari putri Chandrakirana yang diusir dari kerajaan Kediri.”
Kakek itu bergumam lalu menunjukkan padanya jalan menuju tempat sang putri. Raden Inu Kertapati kemudian meneruskan perjalanannya mengikuti jalan yang telah ditunjukkan kakek tadi. Dia menanyai orang – orang di setiap desa yang ia lewati tentang Putri Chandrakirana.
Ia akhirnya tiba di sebuah desa di pinggir pantai. Karena sudah beberapa hari tidak makan dan minum ia merasa haus. Ia meminta minum kepada salah seorang penduduk. Penduduk tersebut kebetulan adalah Mbok Rondo Dadapan.
“Maaf nek, bolehkah saya meminta seteguk air?” Raden Inu Kertapati dengan sopan.
“Oh,boleh... sebentar nenek ambilkan!”jawab nenek itu.
Nenek itu masuk ke dalam rumah. Raden Inu Kertapati masih diluar rumah.
Raden Inu Kertapati mencium bau makanan yang sedap sekali. “Mungkin nenek sedang memasak memasak.” Pikir Raden Inu Kertapati.
Ketika nenek kembali membawa kendi berisi air, Raden Inu Kertapati bertanya “Nenek masak apa?”
“O...Bukan Nenek kok yang masak.” Jawab nenek itu.
Nenek yang tak lain Mbok Rondo Dadapan pun menjelaskan panjang lebar mengenai Chandrakirana yang dikutuk menjadi Keong Emas dan ditemukannya di tepi laut.
“Jadi yang masak di dapur itu Chandrakirana?” Raden Inu Kertapati senang sekali “Tolong Nek pertemukan kami berdua!”
Nenek Dadapan lalu memanggil Putri Chandrakirana.
“Pangeran Inu Kertapati!” Putri Chandrakirana berteriak kegirangan bertemu dengan kekasihnya yang sedang menyamar menjadi rakyat bisa itu. Hari ini juga, Pangeran Inu Kertapati mengajak Putri Chandrakirana bersama nenek Dadapan pulang ke Istana.
Ketika pangeran Inu dan Putri Chandrakirana telah tiba di Kerajaan Kediri, Dewi ajeng sangat kaget. Segera ia temui nenek sihir. Nenek sihir mengatakan bahwa sihirnya akan menghilang bila Chandrakirana telah bertemu pangeran Inu.
Dewi ajeng sangat marah, dia membentak “kenapa kau tidak bilang dari dulu!”
“Memmangnya kau mau apa?” si nenek sihir balik menantang Dewi Ajeng. “Mau kusihir jadi cacing?”
“Tidak! Jangan nek!” rintih dewi Ajeng.
“Kau harus tau dan merasakan seperti apa jika dirimu berubah menjadi keong!”
“Jangan Nek!Jangan!”
Namun terlambat, nenek Gagak Ireng yang sudah marah telah menyihirnya menjadi keong. Hanya saja warnanya bukan emas, keong berwarna hitam. Jadilah Dewi Ajeng keong berwarna hitam.
Selang sehari setelah peristiwa itu Raden Inu Kertapati dan Chandrakirana melangsungkan pertunangan. Dan tak lama kemudian mereka melangsungkan pernikahan dan hidup berbahagia.
UNSUR – UNSUR CERITA
SI KEONG EMAS
1. Tema (Perjuangan seorang wanita)
2. Tokoh (Chandrakirana, Dewi Ajeng, Penyihir,
Raden Inu Kertapati, Mbok Rondo, Permaisuri, kakek tua)
3. Alur (Alur maju = Berurutan mulai dari cerita awal hingga
akhir )
4. Latar ( [Tempat = Kerajaan Daha ], [Waktu = Pagi hari dan malam hari ], [Suasana = Sedih ]
5. Watak ( [Chandrakirana = tabah, baik hati, dan
sabar], [Dewi Ajeng = jahat, pencemburu atau iri hati], [Mbok Rondo = baik dan penyabar] )
6. Amanat ( Janganlah memiliki sifat iri hati, dan selalu tanamkan pada diri kita bahwa Tuhan yang menentukan takdir serta setiap manusia pasti memilki takdirnya sendiri jadi tidak perlu iri terhadap milik orang lain)